Definisi dan Pembentukan Karakter
Karakter moral atau karakter adalah evaluasi kualitas tahan lama individu tertentu moral. Konsep karakter dapat menyiratkan berbagai atribut termasuk keberadaan atau kurangnya kebajikan seperti perilaku integritas, keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau baik atau kebiasaan. Karakter moral terutama mengacu pada kumpulan kualitas yang membedakan satu orang dari yang lain - meskipun pada tingkat budaya, serta perilaku moral untuk mana melekat kelompok sosial dapat dikatakan bersatu dan mendefinisikan budaya yang berbeda dari orang lain. Psikolog Lawrence Pervin mendefinisikan karakter moral sebagai "disposisi untuk mengekspresikan perilaku dalam pola yang konsisten fungsi di berbagai situasi."
Ikhtisar
Kata "karakter" berasal dari kata Yunani charaktêr, yang semula digunakan tanda terkesan atas koin. Kemudian dan lebih umum, itu datang berarti sebuah titik dimana satu hal diberitahu terpisah dari orang lain. Ada dua pendekatan ketika berhadapan dengan karakter moral:. Etika normatif melibatkan standar moral yang menunjukkan perilaku benar dan salah. Ini adalah tes perilaku yang tepat dan menentukan apa yang benar dan salah. Etika terapan melibatkan isu-isu spesifik dan kontroversial bersama dengan pilihan moral, dan cenderung melibatkan situasi di mana orang-orang baik untuk atau melawan masalah ini
Kata "karakter" berasal dari kata Yunani charaktêr, yang semula digunakan tanda terkesan atas koin. Kemudian dan lebih umum, itu datang berarti sebuah titik dimana satu hal diberitahu terpisah dari orang lain. Ada dua pendekatan ketika berhadapan dengan karakter moral:. Etika normatif melibatkan standar moral yang menunjukkan perilaku benar dan salah. Ini adalah tes perilaku yang tepat dan menentukan apa yang benar dan salah. Etika terapan melibatkan isu-isu spesifik dan kontroversial bersama dengan pilihan moral, dan cenderung melibatkan situasi di mana orang-orang baik untuk atau melawan masalah ini
Pada tahun 1982, V. Campbell dan R. Obligasi diusulkan berikut sebagai faktor utama dalam mempengaruhi karakter dan perkembangan moral: faktor keturunan, pengalaman masa kanak-kanak, pemodelan oleh orang dewasa yang lebih tua penting dan remaja, pengaruh teman sebaya, lingkungan fisik dan sosial secara umum, media komunikasi , apa yang diajarkan di sekolah-sekolah dan lembaga lain, dan situasi spesifik dan peran yang menimbulkan perilaku yang sesuai.
Bidang etika bisnis meneliti kontroversi moral yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dari praktek bisnis kapitalis, status moral entitas perusahaan, iklan menipu, insider trading, hak-hak pekerja, diskriminasi pekerjaan, affirmative action dan pengujian obat. Karakter. Apa itu karakter? Sebuah kamus menggambarkan karakter sebagai kompleks sifat mental dan etika menandai seseorang. Tapi sebenarnya karakter adalah siapa kita sebenarnya. Itu apa yang kita lakukan. Ini akumulasi pikiran, nilai-nilai, kata-kata dan tindakan. Ini menjadi kebiasaan yang menentukan takdir kita. Sebuah takdir orang dapat disimpulkan ke jalan sukses atau jalan kegagalan. Orang bilang Anda dapat mencapai sukses dengan memiliki karakter yang baik. Tapi apa benar-benar karakter yang baik? Seseorang berkelakuan baik berpikir benar dan tidak tepat sesuai dengan nilai-nilai universal inti yang menentukan kualitas dari orang yang baik: kepercayaan, hormat, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, dan kewarganegaraan. Yah apa pun yang kita sebut karakter, meskipun peran kami sebagai pengembang karakter untuk membimbing pikiran orang, kata-kata, tindakan, dan kebiasaan terhadap nilai-nilai, dimana semua orang berbagi, tanpa memandang perbedaan
MEKANISME PEMBENTUKAN KARAKTER
1. Unsur dalam Pembentukan Karakter
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah
pikiran karena yang di dalam pikiran terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman
hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang
akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya.
Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran
universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku
tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa
kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus
mendapatkan perhatian serius.
Tentang pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwa di dalam
diri manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk
membedakan ciri tersebut, maka istilahnya dinamakan dengan
1.
Pikiran sadar (conscious mind) atau pikiran objektif
Pikiran sadar (conscious) adalah pikiran objektif
yang berhubungan dengan objek luar dengan menggunakan panca indra sebagai media
dan sifat pikiran sadar ini adalah menalar Terletak di bagian korteks otak bersifat logis dan
analisis dengan memiliki pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan otak.
pikiran sadar bisa berperan sebagai penjaga untuk
melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
2.
Pikiran bawah sadar (subconscious mind) atau pikiran subjektif.
Pikiran bawah sadar (subsconscious) adalah pikiran
subjektif yang berisi emosi serta memori, bersifat irasional, tidak menalar,
dan tidak dapat membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal
ketika kerja pikiran sadar semakin minimal.
terletak di medulla oblongata yang sudah terbentuk
ketika masih di dalam kandungan. Pikiran bawah sadar akan menjalankan apa yang telah
dikesankan kepadanya melalui sistem kepercayaan yang lahir dari hasil
kesimpulan nalar dari pikiran sadar terhadap objek luar yang diamatinya
Dengan memahami cara kerja pikiran tersebut, kita
memahami bahwa pengendalian pikiran menjadi sangat penting. Dengan kemampuan
kita dalam mengendalikan pikiran ke arah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan
apa yang kita inginkan, yaitu kebahagiaan. Sebaliknya, jika pikiran kita lepas
kendali sehingga terfokus kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus
mendapatkan penderitaan-penderitaan, disadari maupun tidak.
2. Proses Pembentukan Karakter
Setiap individu dihadapkan dengan permasalahan yang sama, yaitu kehidupan
duniawi. Akan tetapi respon yang berikan terhadap permasalahan tersebut
berbeda-beda. Ada
yang hidup penuh semangat, sedangkan yang lainnya hidup penuh malas dan putus
asa. Ada yang hidup dengan keluarga yang damai dan tenang,
sedangkan ada juga yang hidup dengan kondisi keluarga yang berantakan. Ada yang hidup dengan perasaan bahagia dan ceria,
sedangkan yang lain hidup dengan penuh penderitaan dan keluhan. Padahal setiap
individu berangkat dari
kondisi yang sama, yaitu kondisi ketika masih kecil yang penuh semangat, ceria,
bahagia, dan tidak ada rasa takut atau pun rasa sedih.
Pertanyaannya yang ingin diajukan di sini adalah “Mengapa
untuk permasalahan yang sama, yaitu kehidupan duniawi, kita mengambil respon
yang berbeda-beda?” jawabannya dikarenakan oleh kesan yang berbeda dan kesan
tersebut dihasilkan dari pola pikir dan kepercayaan yang berbeda mengenai objek
tersebut. Untuk lebih jelas, berikut penjelasannya.
Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau
mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh
sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka dan
menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada
penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah,
pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Pondasi tersebut adalah kepercayaan
tertentu dan konsep diri. Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar
lalu bercerai, maka seorang anak bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa
perkawinan itu penderitaan. Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan
rasa saling menghormati dengan bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan
menyimpulkan ternyata pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak ketika
sudah tumbuh dewasa.
Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari
lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, dan berbagai
sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki
kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar.
Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar (conscious) menjadi
semakin dominan. Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap informasi
yang masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat sehingga tidak sembarang
informasi yang masuk melalui panca indera dapat mudah dan langsung diterima
oleh pikiran bawah sadar.
Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang
sistem kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan,
kebiasan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain,
setiap individu akhirnya memiliki sistem kepercayaan (belief system),
citra diri (self-image), dan kebiasaan (habit) yang unik. Jika
sistem kepercayaannya benar dan selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya
bagus, maka kehidupannya akan terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya,
jika sistem kepercayaannya tidak selaras, karakternya tidak baik, dan konsep
dirinya buruk, maka kehidupannya akan dipenuhi banyak permasalahan dan
penderitaan.
Kita ambil sebuah contoh. Ketika masih kecil, kebanyakan
dari anak-anak memiliki konsep diri yang bagus. Mereka ceria, semangat, dan
berani. Tidak ada rasa takut dan tidak ada rasa sedih. Mereka selalu merasa
bahwa dirinya mampu melakukan banyak hal. Karena itu, mereka mendapatkan banyak
hal. Kita bisa melihat saat mereka belajar berjalan dan jatuh, mereka akan
bangkit lagi, jatuh lagi, bangkit lagi, sampai akhirnya mereka bisa berjalan
seperti kita.
Akan tetapi, ketika mereka telah memasuki sekolah, mereka
mengalami banyak perubahan mengenai konsep diri mereka. Di antara mereka
mungkin merasa bahwa dirinya bodoh. Akhirnya mereka putus asa. Kepercayaan ini
semakin diperkuat lagi setelah mengetahui bahwa nilai yang didapatkannya berada
di bawah rata-rata dan orang tua mereka juga mengatakan bahwa mereka memang
adalah anak-anak yang bodoh. Tentu saja, dampak negatif dari konsep diri yang
buruk ini bisa membuat mereka merasa kurang percaya diri dan sulit untuk
berkembang di kelak kemudian hari.
Padahal, jika dikaji lebih lanjut, kita dapat menemukan
banyak penjelasan mengapa mereka mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Mungkin,
proses pembelajaran tidak sesuai dengan tipe anak, atau pengajar yang kurang
menarik, atau mungkin kondisi belajar yang kurang mendukung. Dengan kata lain,
pada hakikatnya, anak-anak itu pintar tetapi karena kondisi yang memberikan
kesan mereka bodoh, maka mereka meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yang
buruk.
Show
0 Comments
prev
next